Letaknya yang di dalam air membuat terumbu karang seringkali luput dari perhatian dunia. Padahal keindahan alam di lautan ini bisa sepenuhnya musnah. Dampaknya, 100 juta orang akan kehilangan suplai makanan dan kehidupan.
Indonesia yang sebagian besar wilayahnya lautan, memiliki keunikan dan keanekaragaman kehidupan bawah laut. Salah satu sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau ekologinya adalah terumbu karang. Tak heran jika Indonesia dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang di Indo-Pasifik.
Indonesia memiliki area terumbu karang seluas 600 ribu km persegi lebih. Sejauh ini telah tercatat kurang lebih 354 jenis karang yang termasuk kedalam 75 marga. Sebagai ekosistem, terumbu karang sangat kompleks. Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat luas sehingga bisa ditumbuhi jenis biota lain.
Terumbu karang mempunyai fungsi, manfaat, dan arti yang amat penting bagi kehidupan manusia. Proses kehidupannya memerlukan waktu yang sangat lama untuk tumbuh dan berkembang biak, serta membentuk seperti kondisi saat ini.
Terumbu karang adalah tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan ribuan jenis hewan dan tumbuhan. Tak jarang bak laboratorium alam untuk penunjang pendidikan dan penelitian. Juga menjadi habitat bagi spesies yang terancam punah seperti penyu laut.
Dari 132 jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia, 32 di antaranya hidup di terumbu karang. Terumbu karang yang sehat menghasilkan 3-10 ton ikan per kilometer persegi per tahun.
Perusakan terumbu karang oleh aktivitas manusia, merupakan tindakan yang melanggar hukum. Seperti yang diatur dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945, beberapa UU lain, serta salah satu tujuan Strategi Konservasi Dunia 1980.
Masalah kelestarian terumbu karang ini menjadi salah satu pokok pembahasan dalam World Ocean Conference (WOC) yang diselenggarakan di Manado, pada 11-15 Mei 2009.
Menurut Wolrd Wildlife Foundation (WWF), menghindari kerusakan itu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu yang terpenting adalah kecepatan dan efektivitas aksi global dalam mengatasi isu perubahan iklim.
“Kawasan ini adalah mahkota dunia untuk keanekaragaman terumbu karang dan kita semua menyaksikannya hilang perlahan. Namun ada kesempatan untuk mencegah tragedi ini terjadi. Kita bisa melestarikan lingkungan yang bergantung pada kekayaan alam ini,” tutur Direktur Program Segitiga Terumbu Karang untuk WWF, Catherine Plume.
Dalam laporannya, WWF menyampaikan beberapa skenario dramatis untuk Segitiga Terumbu Karang yang dikumpulkan dari pantai, karang, dan lautan di enam negara yang memiliki terumbu karang, Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.
“Dalam salah satu skenario, kami melakukan program perubahan iklim dan pada saat yang bersamaan, berusaha melindungi pantai dari ancaman lokal,” kata Dosen Universitas Queensland Profesor Ove Hoegh-Guldberg yang memimpin riset WWF ini.
Saat ini, habitat dari 30% terumbu karang dunia, 76% spesies yang hidup di tempat itu dan lebih dari 35% spesies terumbu karang hanya menghuni 1% permukaan bumi. Padahal tempat itu memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Salah satunya sebagai habitat ikan yang penting dan membantu perekonomian, misalnya tuna.
“Kita telah melihat harta biologi ini dirusak selama berabad-abad oleh meningkatnya suhu laut, keasaman dan level permukaan air. Sementara itu, lingkungan pesisir semakin tak terjaga keindahannya karena manajemen yang kacau,” lanjutnya. Akibatnya, penduduk daerah pesisir banyak yang mengadu nasib ke kota.
Dalam laporan itu disebutkan, pengurangan gas rumah kaca yang signifikan dan penguatan lingkungan alami merupakan cara untuk mencegah hal buruk dan menyelamatkan terumbu karang. Hoegh-Guldberg berpendapat tantangan Segitiga Terumbu Karang masih bisa diatasi.
“Kawasan Segitiga Terumbu Karang masih bisa merespon dengan sangat baik untuk menguragi stres yang mendera lingkungan. Terutama akibat pemancingan yang berlebihan, polusi, serta menurunnya kesehatan dan kualitas air,” lanjutnya.
Komitmen komunitas kawasan dan internasional ini sedianya akan diwujudkan dalam WOC yang digelar di Manado. WWF menekankan, terpenting adalah menekan emisi gas rumah kaca yang akan kembali diforumkan pada Konferensi Iklim PBB di Kopenhagen, Denmark, pada Desember mendatang. [E1]
Selamatkan Nelayan dan Taman Bermain Anak-anak Laut
samar-samar
kerang laut masih gaungkan nyanyi lamat=lamat
nenek moyangku orang pelaut……
ya,
kelak anak-anak kami
yang kini masih bahagia bermain di pekarangan laut kami…
memang harus diakui
tidak leluasa lagi
ada ceceran limbah minyak bumi, sampah-sampah dan limbah industri
juga dari dapur dan kakus penduduk kota
juga abrasi air laut
bisa berpenghidupan, di ladang ikan ini
bangga mengarungi seribu lautan
untuk mengangkut dan memperdagangkan hasil bumi
mengibarkan harga diri kami
menjadi manusia sejati
atau
naga
api
laut, O! ikan, O! asin itu asin, api itu amarah
By: andreas on Mei 15, 2009
at 9:02 pm
hm,,,kita harus dapat melestarikan terumbu karang yang berada di dalam laut…
By: lensi on Juni 11, 2009
at 2:00 am